Kami tunggu kreasi dan inspirasi Anda di farislasem@gmail.com

Rabu, 27 Januari 2010

Menafikan Faktor Keturunan

Seseorang sering menjadikan faktor keturunan sebagai referensi dalam menilai seseorang. Bapaknya maling, anaknya juga tak jauh-jauh dari maling, bisa copeet, garong, dll. Bapaknya Kyai anaknya nantinya juga jadi ustadz, pemimpin jemaah, dsb. Sehingga tidak salah jika ada juga pepatah “kacang tidak akan lupa pada kulitnya”.

Namun, begitu ironisnya jika hal tersebut dijadikan acuan semata dalam menilai seseorang. Bukankah setiap orang mempunyai kepala yang berbeda-beda, dan isi kepalanya (otaknya) juga berbeda-beda pula. Anak maling bisa saja jadi pengusaha dan kyai, begitu pula sebaliknya. Jadi kita jangan sampai menjustifikasi seseorang berdasarkan background keturunan atau orang tuanya saja. Hendaknya kita melihat apa yang mereka karyayakan, dikomunitas mana mereka tinggal, dengan siapa saja mereka bergaul, terlebih lagi jangan melihat seseorang dari sisi luarnya saja.

Jika kita menilai orang hanya berdasarkan keturunannya maka minimal sudah melakukan 2 dosa ; 1). Dosa menggunjing orang, 2). Dosa kepada para sahabat Nabi SAW.

Kenapa kita berdosa kepada sahabat Nabi?
Diantara sahabat Nabi yang orang tuanya seorang kafir dan sangat memusuhi nabi adalah
Ikrimah ibn Amr bin Hisyam (Abu jahal) dan Duroh ibn Abu Lahab. Ikrimah sangat berjasa dalam penumpasan nabi palsu dan wafat sebagai Syahid dalam pertempuran Yamruk melawan tentara Romawi. Sedangkan Durroh ibn Abu Lahab merupakan salah satu tokoh wanita panutan dalam Islam.

Jadi jika menilai seseorang hanya dari sisi keurunannya, itu merupakan kesalahan besar dan secara tidak sadar kita telah berdosa pula kepada para sahabat Nabi SAW.
Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

0 komentar: on "Menafikan Faktor Keturunan"

Posting Komentar